Waktu itu 2018, gue yang masih lajang membeli tiket via platform online untuk film Keluarga Cemara. Sebuah adaptasi film dari cerita karya Arswendo Atmowiloto yang pada 1996 juga dijadikan sinetron di RCTI. Film ini memberikan gue pandangan lain akan kehidupan, utamanya saat sudah berkeluarga kelak. Timeskip sekitar 3 tahun, gue udah keluarga bahkan udah ada buntutnya serta Keluarga Cemara yang dulu gue tonton sendiri, sekarang sudah rilis sekuelnya. Berikut ulasan dari Keluarga Cemara 2.
Plot yang dihadirkan di Keluarga Cemara 2 ini tidak seekstrim film sebelumnya. Menceritakan soal Abah dan keluarga yang sudah mulai settle hidup di pedesaan. Diceritakan di film ini bahwa Abah berhasil survive tipis-tipis dari pandemi yang melanda hingga menghabiskan tabungan. Mungkin poin ini banyak yang tidak ‘ngeh’ atau kelewat soal informasi ini karena selain ditunjukan dari dialog, hanya ada satu karakter yang memang menggunakan atribut era pandemi (faceshield). Bisa dimaklumi sebenarnya karena memang kondisi di pedesaan gitu awareness orang terkait pandemi juga cukup minim, biasanya.
Fokus cerita sekarang berpindah ke Ara. Ara yang dulu memberikan positive vibe saat keluarga Abah harus pindah, sekarang justru dia yang merasa asing di keluarganya. Kesibukan Abah dengan pekerjaan yang baru, Teh Euis dengan urusan “uhuk” sekolahnya “uhuk”, serta Emak yang masih harus menjaga Ragil yang masih balita, membuat Ara merasa diacuhkan. Hingga akhirnya Ara memiliki sebuah tujuan yang cukup bikin repot keluarganya.
Karena penceritaan mengambil Ara sebagai frontliner, gue ngerasa di Keluarga Cemara 2 ini ceritanya lebih ringan. Jika film pertama cocok ditonton bagi para pasangan newlyweds atau mas-mas/mbak-mbak yang mendekati usia kawin, sekuel ini lebih cocok ditonton satu keluarga. Para orang tua dapat mendapat insight perihal kelakuan anak, anak-anak pun akan merasa diajak berpetualang oleh Ara dan Aril.
Salah satu faktor pendukung pengiring emosi di film adalah musik. Sayangnya, mixing di film ini entah kenapa ngga smooth seperti film pertamanya. Balancing antara musik menjadi latar sebuah montage atau adegan di beberapa scene ngga blend dengan baik. Gue juga ngga terlalu inget apakah lagu “Keluarga Cemara” itu muncul lagi di sekuelnya atau tidak.
Musik yang kurang nge-blend juga membuat emosi yang disampaikan tidak terlalu berasa. Seperti saat Emak khawatir, Euis yang kesel sama Ara, atau saat Abah memarahi Ara dan Euis jadi terasa nanggung. Bisa dibilang damage yang dihadirkan di Keluarga Cemara 2 ngga sesakit film pertamanya.
Untuk kualitas acting cukup salut sama Ringgo, Nirina, Ara, Asri Welas, hingga Muzakki yang berperan sebagai Aril. Ragil yang muncul pada sekuel ini juga cukup menarik untuk disimak, gue curiga beberapa line yang diucapkan Ragil itu improvisasi dan Ringgo, Nirina, bahkan Asri Welas bisa menguasai improvisasi tersebut dengan baik.
Gue juga cukup salut kepada Zara, meskipun di beberapa scene terlihat seperti kurang menjiwai. Tetapi ada satu scene yang merupakan continuity dari Keluarga Cemara pertama. Yaitu saat scene makan bakso bersama temen-temen Zara, lalu Rindu menarik Deni untuk ngobrol berdua. Di scene tersebut Zara yang pada film pertama mungkin udah ada crush sama Deni merasa terkhianati. Rasa ini bisa dibilang kekesalan karena pernah dikhianati oleh teman-teman sekolahnya sebelum pindah dulu yang mengakibatkan Euis merasa kehilangan. Poin yang menarik untuk menghubungkan karakter Zara di Keluarga Cemara dan sekuelnya.
Perihal sinematografi ya gabisa ngomong banyak karena emang cukup tepat guna dari sisi pengambilan gambarnya. Mungkin karena lokasi shooting yang tidak terlalu banyak, membuat lokasi satu dengan lainnya terlihat serasi. Ngga belang-belang gitu dari pemilihan warnanya.
Beberapa easter egg yang gue temuin itu gue ngeliat Ismail Basbeth yang menyutradarai film ini kayanya juga berperan jadi supir truck saat Ara dan Aril mencari keluarga si Neon. Selain itu pada credit title gambar-gambarnya mirip dengan style gambar Ryan Adriandhy. Maaf kalau salah, siapa tau ada yang ngeh dan mau koreksi.
Untuk Keluarga Cemara 2 ini seperti yang dikatakan oleh Ringgo di Podcast GeekinOut, film ini emang pas buat ditonton bareng keluarga. Dari kakek sampai ke cucu bisa dipastikan cukup relate baik itu ke Abah dan Emak, ke Teh Euis, atau ke Ara. Salah satu yang terbaik dari film ini adalah bagaimana menyampaikan isu middle child syndrome tanpa harus menyebutkan dengan lantang isu tersebut dan disampaikan melalui konflik serta dialog.